PULAU KEMARO
PULAU KEMARO PALEMBANG
Pulau Kemaro adalah sebuah delta
atau daratan yang membentuk pulau di tengah Sungai Musi. Nama Kemaro berarti
pulau yang tak pernah tergenang air. Luasnya sekitar 32 hektare, lokasinya
sekitar 6 kilometer dari Jembatan Ampera dan sekitar 40 kilometer dari Kota
Palembang.
Ada
pagoda berlantai 9 yang menjulang di tengah-tengah pulau. Bangunan ini dibangun
pada 2006. Selain pagoda, ada kelenteng yang sudah dulu ada. Klenteng Hok Tjing
Rio atau lebih dikenal Klenteng Kuan Im dibangun pada 1962.
Di
depan kelenteng terdapat makam Tan Bun An dan Siti Fatimah yang berdampingan.
Dua sosok itu yang jadi tokoh utama legenda Pulau Kemaro.
Inilah
salah satu potensi wisata Palembang. Pulau Kemaro mempunyai cerita yang unik
sepanjang tahunnya. Pulau ini tidak pernah banjir ataupun digenangi air walau
sungai musi sedang pasang, ini sebabnya pulau ini disebut Pulau Kemaro. Ada
legenda menarik seputar pulau ini.…
Inilah
salah satu potensi wisata Palembang. Pulau Kemaro mempunyai cerita yang unik
sepanjang tahunnya. Pulau ini tidak pernah banjir ataupun digenangi air walau
sungai musi sedang pasang, ini sebabnya pulau ini disebut Pulau Kemaro. Ada
legenda menarik seputar pulau ini. Di Pulau ini terdapat Pagoda yang menjulang
tinggi dan kelenteng yang usianya sudah ratusan tahun. Pulau ini menjadi pusat
Cap Go Meh bagi umat TriDharma. Namun sejak beberapa tahun lalu, banyak juga
yang tidak merayakan Cap Go Meh ikut mengunjungi pulau ini di saat hari Cap Go,
karena semua angkutan sungai dan darat disediakan oleh panitia secara gratis.
Juga adanya hiburan musik serta wayang. Kalau Cap Go Meh, pulau ini dikunjungi
tidak hanya turis lokal, tapi juga dari mancanegara seperti Malaysia dan
Singapura.
Untuk
mengunjungi pulau Kemaro ini ada beberapa jalur yang bisa ditempuh. Legenda
pulau Kemaro ini sendiri berawal ketika terjadi pernikahan antara Putra dari
Cina yang ingin akan menikah dengan putri kerajaaan Palembang, beberapa ratus
tahun yang lalu. Bagaimana kisah lengkapnya? Datang saja langsung ke Pulau
Kemaro ini, sekaligus menikmati wisatanya, bukan hanya dengar ceritanya.
Legenda
setempat itu tertulis di sebuah batu di samping Klenteng Hok Tjing Rio.
Syahdan, pada zaman dahulu datang seorang pangeran dari Negeri Tiongkok bernama
Tan Bun An, hendak berdagang di Palembang.
Ketika
meminta izin ke Raja Palembang, ia bertemu dengan putri raja yang bernama Siti
Fatimah. Ia langsung jatuh hati, begitu juga dengan Siti Fatimah. Mereka
menjalin kasih dan berniat untuk ke pelaminan. Tan Bun An mengajak Siti Fatimah
ke daratan Tiongkok untuk bertemu orangtua Tan Bun Han.
Setelah
beberapa waktu, mereka kembali ke Palembang. Bersama mereka disertakan pula
tujuh guci yang berisi emas. Sampai di muara Sungai Musi, Tan Bun An ingin
melihat hadiah emas di dalam guci-guci tersebut. Namun, alangkah kagetnya
karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi asin.
Tanpa
berpikir panjang ia membuang guci-guci tersebut ke laut, tetapi guci terakhir
terjatuh di atas dek dan pecah. Ternyata di dalamnya terdapat emas. Rupanya
sayuran sawi-sawi asin itu untuk menutupi emas guna mengecoh para perompak.
Tan
Bun An terjun ke sungai untuk mengambil guci yang sudah dibuangnya. Seorang
pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu. Tak kunjung muncul, Siti Fatimah
menyusul dan terjun juga ke Sungai Musi, sambil berucap jika ada tanah tumbuh
di tepi sungai itu maka di situlah kuburannya. Di mereka
bersemayam.
Kemeriahan
Cap Go Meh merupakan tradisi yang telah berlangsung puluhan, bahkan mungkin
sejak berdirinya kelenteng di Pulau Kemaro. Sebagian besar pengunjung datang
untuk sembahyang. Mereka berasal dari berbagai daerah di Nusantara hingga dari
negeri-negeri tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan dari China. Sebagian
lagi adalah penduduk Palembang yang ingin menikmati kemeriahan setahun sekali
tersebut. Sejak runtuhnya Orde Baru, kunjungan ke Hok Cing Bio di malam Cap Go
Meh meningkat pesat. Perayaan Cap Go Meh pun menjadi lebih meriah. ”Peningkatan
pengunjung lebih dari dua kali lipat sejak Orde Baru,” kata Bun Hao yang
merupakan generasi kedua yang tinggal di Pulau Kemaro sebagai juru kunci.
Gratis Pengelola Kelenteng Hok Cing Bio Pulau Kemaro tak pernah memungut biaya
kepada pengunjung yang datang. Di sana juga terdapat 40 toilet permanen gratis
untuk mengakomodasi kunjungan ratusan ribu orang. Akses ke Pulau Kemaro menjadi
lebih mudah beberapa hari menjelang Cap Go Meh dengan dipasangnya Jembatan Ponton
dari Dermaga Kemaro.
Dermaga
ini tak jauh dari Kantor Polsek Kalidoni. Jembatan Ponton biasanya terpasang
sekitar tiga hari sebelum puncak perayaan. Namun, di hari biasa, Pulau Kemaro
hanya dapat dicapai menggunakan perahu. Penyewaan perahu bisa diperoleh di
dermaga di bawah Jembatan Ampera atau dermaga Kemaro dengan tarif Rp 50.000
hingga Rp 150.000 sekali carter. Jalan menuju pagoda sembilan lantai di
kompleks Kelenteng Hok Cing Bio di Pulau Kemaro, Palembang, Sumatera Selatan sudah
mulai dihiasi lampion.Berbeda dengan Pulau Kemaro yang ramai pada Cap Go Meh,
pusat keramaian perayaan Imlek di Palembang terdapat di Kelenteng Chandra Nadi
yang juga berada di tepi Sungai Musi di kawasan 10 Ulu. Salah satu kelenteng
tertua di Palembang itu dan jalan-jalan di sekitarnya akan dihiasi sekitar
1.500 lampion pada perayaan itu. Kelenteng di bawah Jembatan Ampera ini bisa
dicapai lewat jalan darat atau ketek (sampan) dari Pasar 16 Ilir. Kisah Tan Bun
An dan Siti Fatimah menguatkan sejarah bahwa Kota Palembang merupakan
percampuran antara Melayu, Tionghoa, Arab, dan India. Masyarakat Tionghoa turut
membentuk ibu kota Sumsel ini. Perayaan Imlek dan Cap Go Meh pun memberikan nuansa
tersendiri di kota ini.
REFERENSI :
Komentar
Posting Komentar